Long Live Education, tak ada kata terlambat… Ganbatte!

Posts tagged ‘Cinta’

Sekelumit Kisahku Bersama Cinta

GambarCinta begitu indah, itu yang kukatakan pada diriku  setelah begitu lamanya aku memvonisnya tak lebih dari kata-kata kosong tanpa makna.

Sekarang, denganmu, betapa kurasa bahwa mencintai  adalah anugerah terindah bagiku. Betapa bodohnya aku karena telah mengkambing hitamkan kata ‘cinta’.

Bagaimana tidak, kini aku mencintaimu, pria pilihanku, imamku, suamiku,  di bawah bendera halal. Farisul ahlam, yang memang telah ditakdirkan bagiku.

Kini bagiku cinta adalah sebuah kata yang indah, merangkai kata menjadi sajak dan puisi, merangkum warna menjadi pelangi.

Tapi, betapa bersamamu juga untuk pertama kalinya aku merasakan perihnya rasa rindu. Baru kusadari bahwa cinta selalu menggandeng rindu. Dan semakin aku mencinta, semakin aku merindu. Semakin kau mencintaiku, semakin aku takut kehilanganmu.

Aku bertanya pada langit malam dan angin sepoi yang berhembus, apakah rindu harus sepahit ini, seperih ini, sesakit ini? Tapi mereka tak menjawab.

Aku bertanya pada bintang gemintang, tapi ia hanya berkedip, meredup, kemudian kembali terang. Inginku bertanya pada bulan, namun ia tak juga datang.

Malam selalu bertema rindu, tak pernah jauh dari kata itu. Begitupun siangku selalu berhiaskan rindu. Perih, perih tak terperi.

Saat kau datang menemaniku, hatiku melayang tinggi menggapai cakrawala, betapa indah sebuah pertemuan, dan betapa berat sebuah perpisahan.

Aku berusaha tegar, dan tak ada yang dapat kulakukan kecuali mencoba tegar. Namun tak selamanya berhasil, masih saja aku terganggu dengan rasa ini.

Ah, rindu, tak bisakah kau pergi sejenak saja? Biarkan tidurku tenang, biarkan penantianku penuh senyuman…

Kadang aku malu padamu, bahkan pada diriku sendiri saat butiran air mata jatuh tanpa ragu membasahi pipiku. Namun aku tak kuasa, bukan aku  yang memaksanya keluar, namun hati yang berbicara. Bahkan seandainya kutahanpun, aku takkan bisa.

Ah tapi biarlah, untuk apa aku menyembunyikannya? Bukankah baik bila kau tahu betapa aku mencintaimu, kasih?

Saat sepi menyergap hatiku, tak ada yang dapat kulakukan kecuali menengok layar hape, mengharapkan ada sepatah kata yang kau kirimkan, namun bila tak ada, hatiku memohon pada-Nya, semoga kau disana baik saja.

Mungkin saja dengan menjadikan cinta kita ini karena Allah, kita akan menuai lebih banyak lagi kebaikan. Dan mungkin saja perihnya rindu takkan lagi terlalu terasa.

Teruslah menjadi sosok terbaik bagi kami, semua orang di sekitarmu, jadilah anak yang terbaik, saudara terbaik, guru terbaik, sahabat terbaik, ayah terbaik, dan suami terbaik.

Seandainya memang rindu harus seperih ini, aku takkan banyak mengeluh, karena di surga kelak aku akan melupakan rasa perih. Dan juga, kutahu, apabila aku merindu, kaupun di sana juga merindu…

Allah, jaga selalu cinta kami di dunia ini, hingga ajal memisah, kemudian kembali jodohkan kami kelak di surga-Mu. Karena sungguh, rasa bahagiaa ini tak abadi, melainkan bila kau tuliskan kembali nama kami dalam daftar nama para penghuni surga-Mu yang tertinggi. Aamiin…

 

 

 

Gambar

Ijinkan Aku tuk

Postingan aku sebelumnya selalu berkaitan dengan motivasi dan opini-opini aku mengenai hal-hal di sekitarku. Tapi tak dapat dipungkiri yah, ternyata seorang aku punya perasaan juga terhadap cinta, dan banyak juga menuliskan tentang hal yang satu ini. Karena ingin jadi penulis profesional sejak dulu #cieh elaah, makanya sekarang aku beraniin deh mempublikasikan tulisan-tulisan aku tentang cinta. Dan ternyata disinilah begitu kentara sisi melankolisku #cihuii. Yak.. Selamat menikmati, selamat tertawa, selamat menangis (ngapain coba..?). Cekidott…

Ijinkan akutuk memperinci semua perasaan ini.
Ijinkan aku tuk mengatakan “Aku ingin memilikimu, aku takut kehilanganmu.”
Ijinkan aku tuk meminta maaf, bahwa kau bukan orang pertama yang memasuki hatiku, yang membuat hatiku berbinar aneh… Tapi kamu adalah orang pertama yang membuatku  merasa seperti ini, membuatku merasa begitu tenang dan aman… Kau adalah orang pertama yang ku harap mau menjadikanku yang terakhir dalam hatimu, yang mau menerima aku apa adanya… Aku yang penuh kekurangan ini…

Aku bukan siapa-siapa untukmu, dan kamupun bukan siapa-siapa untukku, setidaknya hingga detik ini, setidaknya hingga saat itu tiba…

Kita, walaupun tak saling mengenal, walaupun jauh di mata jauh di hati, tapi entah mengapa kali ini hatiku tak bisa lagi membohongi, aku selalu berharap kali ini  Allah menganugerahkan perasaan ini untuk orang yang tepat, untuk orang yang memang dilahirkan untukku, dilahirkan untuk menemaniku mengarungi kehidupan yang baru, kehidupan penuh misteri tapi penuh misi Illahi…

Orang yang memang dilahirkan  untukku, untuk mendampingi kehidupan dunia dan akhiratku kelak…

Aku tahu rasa ini tidak seharusnya tumbuh sekarang, aku tahu akhirnya fitnah yang kita takutkan pun menimpaku sekonyong-konyong…

Tapi berjanjilah, kau akan datang untukku, datang untuk benar-benar manjemputku tuk hidup bersamamu…

Berjanjilah kau benar akan datang dan membebaskanku dari kekang yang membelenggu jiwaku…

Berjanjilah kau takkan membuatku sakit sebagaimana orang-orang yang dahulu, berjanjilah untuk menjadi yang pertama dan yang terakhir dalam hidupku, dalam hidup kita kelak…

Berjanjilah kau akan menjadi pendampingku dan mencintaiku karena-Nya, membimbingku kedalam  surga-Nya…

Janji yaaa…15219_542183722489485_1361599078_n

Jakarta, 19042013

Kisah di balik catatan ini sangatlah ‘panjang dan melelahkan’, kata seorang kawan yang kuperunyukkan puisi ini khusus baginya. Hehe

Jadi ini adalah kisah seorang wanita muslimah lulusan pesantren yang berusaha menjadi shalihah, sedang ingin menjaga hatinya, agar tidak dulu jatuh cinta, bahkan pada calon suaminya sendiri. Keduanya menanti hari yang indah itu segara tiba, hanya karena keduanya takut merasakan perasaan cinta yang belum seharusnya dirasakan.

Menunggu waktu halal selama setengah tahun, sementara hatinya sudah ‘separuh terpaut’ pada seseorang, tentu berbeda rasanya dengan para jomblowers yang sama sekali belum mengenal seorang priapun dalam hidupnya. Apalagi si ikhwan yang satu ini dikenalnya melalui proses taaruf. Yang semua kelebihan dan kekurangannya gamblang sudah di depan mata.

Yah, namanya juga hati. Setan tak akan diam membujuk hati seseorang. Nah, akhirnya saat tumbuh rasa-rasa itu, ia menuliskan isi hatinya. Ia ketik dengan rapi di file2 laptopnya, hingga tak ada yang dapat membacanya kecuali ia. Hatinya sedih mengapa harus goyah di hadapan fitnah yang satu ini.

Tapi akhirnya ia berusaha kembali menata hatinya, jangan lagi ada setitik cinta sebelum saatnya tiba. Bukankah memang seorang wanita seyogyanya menjaga kehormatannya, menjaga hatinya dari hal-hal yang menurunkan izzah dan kemuliaannya di hadapan semesta, dan Sang Pencipta?

Happy ending ga tuhh?? #bukan novel nihh